Mendengar kata
cantik, yang terbayang adalah seorang wanita yang anggota wajahnya -mata,
hidung dan bibir- proporsional, sedap dipandang mata. Cantik juga dikaitkan
dengan kulit yang terawatt baik, rambut hitam bercahaya, bentuk tubuh langsing
dan gaya berbusana yang up to date.
Bicara
soal busana, seringkali yang dituduh sebagai penyebab ketidakcantikan seorang
adalah jilbab. Dengan pakaian yang syar’i, memang bentuk tubuhnya yang langsing
tak tampak lagi.
Kecantikan
fisik merupakan salah satu nikmat dari Allah yang dikaruniakan kepada sebagian
saudari kita. Misalnya saja, suatu ketika kita diberikan nikmat oleh Allah
berupa harta yang sangat berharga. Tentunya kita hati-hati menjaga harta itu,
melindunginya dari jamahan orang lain, tidak menghamburkan pada setiap orang,
dan hanya mempergunakan di saat yang memang benar-benar tepat. Lalu,
bagaimana jika kenikmatan itu berupa kenikmatan fisik, khususnya kecantikan
seorang wanita?
Mengobral
kecantikan fisik pada setiap orang, seolah membiarkan barang yang amat berharga
dijadikan keroyokan banyak orang. Dengan begitu, status berharga pun jadi
barang rendah dan murah, karena setiap orang akan mudah menikmatinya, beginikah
yang diinginkan para wanita?
Hijab,
Cantik Dimata Allah
Semua
itu tidak akan terjadi jika muslimah menuruti syariat Allah, mengenakan hijab.
Berdasarkan perintah Allah, yang artinya:
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,
‘Yang demikian itu supaya mereka mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu…”(Al-Ahzab : 59)
Di
zaman Rasulullah para sahabiyah begitu mendengar ayat ini turun, langsung
merobek selendang tebal mereka untuk dibuat menjadi kerudung.
Ummu
Salamah bercerita ketika ayat ini turun, maka wanita Anshar keluar dari rumah
mereka dengan memakai kerudung, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung
gagak.
Kecantikan
fisik memang merupakan nikmat dari Allah. Nikmat akan bertambah jika
pandai-pandai bersyukur kepada-Nya. Sebaliknya, nikmat bias berubah menjadi
siksaan jika yang diberi nikmat tidak bias mensyukurinya.
Ucapan
“Alhamdulillah, wajah saya cantik,” saja, tidaklah cukup. Syukur yang benar adalah
menggunakan nikmat itu untuk taat kepada Allah. Mensyukuri kecantikan fisik
adalah dengan memperlakukan kenikmatan tersebut agar senantiasa sesuai dengan
perintah Allah.
Berjilbab
Menjadikan Anda Cantik
Berhijab
itu cantik di mata Allah, walaupun di mata manusia pengumbar pandangan dianggap
tidak kelihatan cantik. “Dengan berjilbab, saya jadi tetap cantik, kan?”
begitulah kiranya komentar yang tepat.
Tapi
komentar ini pun bisa jadi salah besar. Lho? “Dengan berjilbab, kulit saya kan
jadi tertutupi, tidak kepanasan, sehingga tidak menjadi coklat dan kusam. Nah
saya kan jadi tambah cantik.” Wah, jika dimaknai seperti itu, amalan berjilbab
pun jadi sia-sia.
Memang,
ada muslimah yang berhijab dengan niat yang tidak benar. Salah satunya seperti
diatas tadi, berhijab untuk menjaga kecantikan kulit. Ada yang berhijab dengan
niat menutupi cacat di tubuhnya. Ada pula yang berhijab agar terkesan sebagai
wanita shalihah di mata masyarakat.
Niat
beramal shalih seharusnya dikembalikan ke jalan yang benar. Ingatlah, sabda
Nabi, yang artinya:
“Sesungguhnya
amalan itu tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia
niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan
sampai kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijarahnya karena dunia
yang ingin diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, ia pun akan
mendapatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mungkin
saja muslimah yang berniat tidak benar ini akan mendapatkan apa yang ia cari.
Mungkin kulitnya memang akan tetap kuning, aib itu tertutupi dan nama baik
bakal diperoleh. Tapi tentu saja tidak akan mendapatkan sesuatu yang lebih
agung. Yaitu Ridha Allah.
Saya
Berjilbab Tapi Tetap Cantik, kan?
Komentar
di atas bisa jadi muncul dari seorang muslimah jilbaber. Sekali lagi, komentar
di atas perlu di kritisi. Jika wajahnya memang sudah dari dulu cantik, tidak
masalah komentar seperti itu. Tapi jika ‘tetap cantik’ ia artikan sebagai tetap
bisa tampil cantik di luar rumah dengan pakaian ketat walaupun panjang, bibir
berlipstik walaupun berjilbab, maka sama tidak bolehnya dengan yang di atas
tadi.
Muslimah
yang seperti ini juga menjamur. Jilbab dalam pengertian mereka adalah ‘yang
penting pakai kerudung’. Tidak perduli dengan criteria lainnya. Jadilah mereka
jilbaber gaul yang kerudungnya mini, pakaiannya ketat, kakinya pun pake celana
panjang sempit.
Walaupun
niatnya sudah benar karena Allah, namun jilbab yang ia kenakan seperti itu,
tetap saja belum sempurna.
Amal
ibadah akan sempurna jika ada dua syarat, yaitu niatnya benar karena Allah, dan
yang kedua sesuai dengan syariat.
Berikut
ini ketentuan hijab yang syar’i:
- Jilbab itu longgar, sehingga tidak memvisualisasikan lekuk-lekuk tubuh
- Tebal, sehingga tidak kelihatan sedikitpun bagian tubuhnya, warna kulitnya misalnya.
- Tidak memakai wangi-wangian
- Tidak meniru model pakaian wanita kafir.
- Tidak memilih warna kain yang mencolok, sehingga menjadi pusat perhatian orang.
- Menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Semua
muslimah -yang cantik sejak lahir ataupun tidak- harus mempercantik dirinya
sesuai dengan syariat. Jika sudah mengamalkan, jadikanlah kenikmatan yang Allah
berikan itu selalu dijaga, tidak diobral layaknya barang murahan. Wallahu a’lam
Nama : Isnaini Lata'i Fitria
Kelas : XI IPA 1
Absen : 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar